Ethnomatematika dalam
pandangan pendidikan matematika merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang
hubungan antara budaya dan matematika. Perkuliahan ethnomatematika menggunakan metode
research. Ethnomathematika berbicara tentang mindset seseorang, bagaimana pola
berpikir seseorang. Jika dilihat pada pengajaran menggunakan metode tradisional
hanya transfer of learning saja yang
tidak perlu menggunakan ethnomatematika. Namun, tetap saja guru yang sudah
mengajar matematika berpuluh puluh tahun yang tidak pernah menggunakan
ethnomatematika tetap mempunyai gaji tinggi, punya mobil mewah dan kehidupan
mewah lainnya.
Keunggulan mendapat pengetahuan
kuliah tentang ethnomatematika adalah bisa membuka wawasan berpikir seseorang karena
domain (area) etno meliputi inovasi, research
(skripsi), collaboration, cooperation
dan perspektif global. Dalam ethnomatematika, budaya kita merupakan bahannya sedangkan
peralatannya adalah bacaan-bacaan berupa buku yang inovatif bukan konvensional.
Berbicara kembali
tentang mindset antara perbedaan inovasi dan tradisional. Budaya kita mengacu budaya
tradisional. Maka dari itu, negara kita juga menghasilkan orang-orang
tradisional pula. Sehingga orang sekarang ini memiliki ambivalensi tetapi
pemikirannya jadul. Seperti yang kita lihat sekarang ini, cara mengajar murid
yang konvensional. Guru selalu mengajar berdiri di depan kelas, menjelaskan
materi sebanyak-banyaknya. Akumulasi budaya semacam ini menghasilkan mindset
bahwa mengajar itu harus tampil di depan kelas. Seharusnya sudah berbeda cara
mengajarnya. Lebih baik menerapkan prinsip demokratis yang memberikan hak
bersuara kepada para siswa. Dewasa ini proses pembelajaran masih berorientasi
pada guru. Artinya guru merasa benar, merupakan satu-satunya sumber sehingga membekali
siswa dengan ilmu sebanyak-banyaknya. Metode yang digunakan juga tunggal, yaitu
ceramah. Namun ternyata sistem pendidikan di Indonesia juga seperti itu yang
ukuran kualitasnya dinilai melalui Ujian Nasional (UN). Hal terpenting adalah
NEM tinggi dan siswanya lulus semua. Akhirnya sekolah hanya memikirkan
bagaimana para siswanya lulus dengan hasil UN tinggi. Fenomena tersebut tidak
ada hubungannya dengan ethnomathematics.
Inovasi pembelajaran
matematika sekarang ini harus berorientasi pada siswa, artinya sesuai dengan
kebutuhan siswa. Apakah yang dimaksud dengan sesuai kebutuhan siswa? Yaitu sesuai
dengan perkembangan jiwa siswa, psikologi siswa, beda kelas berbeda pula metode
yang digunakan, bahkan dalam satu kelas menggunakan banyak metode pembelajaran,
buku bacaannya banyak, guru memfasilitasi siswa, siswa diberi kesempaatan
pendapat, ada kegiatan explore, pengamatan, dan menggunakan media pembelajaran
yang sesuai. Dari situlah ada kebutuhan untuk mengembangkan pembelajaran berbasis
budaya. Budaya siswa dan budayanya guru yang merupakan anggota masyarakat
sekitar. Itulah yang dinamakan ethnomatematika. Dalam ethnomatematika terdapat
mindset yang uniform, ber-chemistry. Maka ada istilah to construct (membangun) pengetahuan siswa.
Kemudian ada pula kontekstual dan matematika realistis. Dalam matematika
realistis ada iceberg (gunung es)
yang berisi 4 tingkatan dalam belajar matematika :
1. Matematika
konkret (Ethnomatematika masuk pada kategori matematika konkret)
2. Model
konkret
3. Model
formal
4. Formal
Jadi, ethnomatematika
adalah dunia research. survey,
pengembangan, yang selaras dengan dunia mahasiswa. Karena skripsi merupakan karya
ilmiah yang berupa pengembangan dunia, research yang berchemistry dengan penulisan thesis. Dengan demikian diharapkan anda
wawasannya luas. Khususnya dunia budaya. Produk budaya dinamakan artefak.
Artefak merupakan bentuk bendanya tetapi bisa juga berupa ide, pikiran maupun
karya sastra. Jadi setiap daerah mempunyai budaya untuk pengembangan pembelajaran
matematika. Kalau belum termasuk peninggalan budaya namanya masih kontekstual.
Budaya ini akan bermanfaat dalam:
--- Mengembangkan konten matematika berbasis
budaya
--- Mengembangkan silabi dan rpp berbasis
budaya
Dengan adanya ethnomatematika
ini akan membuka wawasan, membuka mindset dan membuka pikiran jadul. Jika sudah
menemukan budaya yang tepat, tahap pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi
budaya di sekitar anda apa saja yang bisa dipakai. Tahap kedua budaya tersebut
lalu dioperasionalkan. Kalau bisa digali dari daerah sekitar anda lebih bagus
seperti contohnya Borobudur, Prambanan, dan Kraton Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar